Tungku hitam pekat yang jelek itu kembali mengepulkan gumpalan
asap. Warnanya putih kehitam-hitaman. Jika kayu mahoni yang menjadi bahan
bakarnya, mungkin warnanya putih dan tak bikin batuk. Seorang pria dengan
perawakan tubuh yang kurus berumur sekitar empat puluh tahunan masih semangat
meniupkan udara pada corong buluk dengan panjang 30 cm yang ujungnya tampak
bergerigi ke kobaran api.
“Din! Plastik berasnya udah di tusuk-tusuk belum?”, teriak Ibu
Rohmah si pemilik warung lontong sayur yang telah memiliki sepuluh cabang.
Sepuluh? Ya. Bagaimana tidak, lontong sayur Ibu Rohmah menjadi idaman
lidah-lidah lapar masyarakat Yogyakarta baik di kalangan biasa sampai pejabat
pemerintahan. Sehingga jika dihitung omset yang didapat, mampu membiayai
kehidupan sampai tujuh turunan. Hebat.
“Belum, saya masih niupin api nih bu, wong mbak El
minta disediakan tungku”, jawab Udin dengan logat jawanya yang kental.

“Anak itu enggak bosan-bosan bikin ketupat tiap tahun,
mending banyak, lah ini cuma lima biji, ckck. Dasar Eliza”, keluh Ibu Rohmah.
El terusik dengan kata-kata yang
menyebut namanya dengan segera menoleh ke sumber suara. Alis kanannya
menyerngit dan bibir bawahnya lebih maju ke depan. Bodo amat, gumamnya.
Hampir seluruh anggota keluarga kewalahan menghadapi tingkah aneh El setiap
akhir tahun. Setiap sehari sebelum tanggal 31 Desember, El selalu mendapatkan pesanan ketupat,
bukanlah lontong. Pelanggan aneh.
Namanya Adam. Ya, Adam Hariyanto Harahap seorang penggila ketupat
Warung Lontong Bu Rohmah, lebih tepatnya penggila ketupat buatan Eliza. Sejak
tahun 2005, ia rajin berkunjung setiap malam di tanggal 31 Desember untuk
mengambil ketupat yang sehari sebelumnya telah di pesan. Dan El adalah
perempuan yang telah jatuh cinta padanya. Tubuh Adam yang tinggi, dada bidang
tegak, wajah tampan dengan mata sedikit sipit mirip Siwon salah satu personil
BoyBand Korea Super Junior, serta penampilan yang rapi dan sopan membuat mata
El tak puas dengan sekali memandang. It’s a love at first sight!
Namun, tiga tahun terakhir Adam menghilang dan tak pernah kembali
lagi untuk memesan ketupat. Dan El tetap membuatnya meski tak jelas mulut mana
yang nanti akan melahapnya. Keyakinan akan cintanya telah membuatnya bertahan
untuk menunggu.
“Umur kamu sudah 26 tahun El. Kamu enggak kasihan sama mama
yang kangen nimang cucu”, ucap Ibu Rohmah sambil menghampiri El. “Mau sampai
kapan kamu menunggu laki-laki sipit itu? Masa nge-jomblo mulu”.
“Nge-jomblo demi cinta mah”, timpal
El. Aku juga letih menunggu, tapi anugerah cinta dari Allah ini yang
membuatku bertahan. Bisik hati. Pelan.
“Seminggu yang lalu, kau menolak berpacaran
dengan Hafidz. Padahal dia pewaris pondok pesantren modern terbesar di kota ini
nak, jika nanti menikah dengannya hidupmu akan terjamin dan bisnis kita pasti
meningkat”, ucap Ibu Rohmah.
El tersenyum tanpa kata. Maklum,
pembahasan tentang pria yang tertolak telah berkali-kali disampaikan mamanya.
Bosan rasanya. Buat apa sih tergantung dengan hubungan yang disebut dengan
pacaran itu?, benak El. Merasa menyerah, Ibu Rohmah membelai kepala El dan
berlalu tanpa berkata.
El dengan paras yang cantik membuat
pria mana saja yang melihat akan terpikat. Terlebih, El memiliki bibit bebet
bobot yang jelas. Namun apa daya cinta tak sampai, wanita lulusan UIN
Jogyakarta ini telah memautkan hatinya pada Adam. Dan sayangnya, El tak tahu
Adam mencintainya atau tidak.
***
Pagi di tanggal 31 Desember 2014 telah tiba. El siap menunggu Adam
untuk kesekian kalinya. Ia kenakan dress pink panjang berbahan sifon berbalut
bolero putih kecil sebatas dada dengan renda cantik bagian bawahnya, jilbab putih
susu menghiasi wajah tirusnya. Bagai
burung gereja, El bertengger di pintu jendela warung menatap arah jalan,
sesekali kepalanya celingak celinguk melihat setiap orang yang lewat bahkan
menerka wajah siapa di dalam mobil, berharap itu Adam. Namun nihil, hingga
malam tiba sosok Adam tak kunjung datang. Raut kekecewaan menyelimuti wajah El.
Aku masih menunggumu Adam. Pertemuan kita bukanlah kebetulan, semua
telah Allah gariskan. Cinta ini meyakinkan kalbuku untuk menunggumu, menunggu
menjadi halalmu.
“Mbak, ini ada titipan paket dari orang”, ucap salah satu karyawan
yang mengagetkan lamunan El. El segera membuka dan betapa terkejutnya ia saat
melihat paket yang berisi lima buah ketupat namun tak berisi, hanya ketupat
dari daun muda pohon kelapa. Oh, tertera tulisan di secarik kertas “Ini
ketupat terakhir yang ku pesan”.
Belum sempat El menerka siapa pengirimnya, tiba-tiba
“El I love you, will you marry me?”. Suara tak asing itu. Adam! El
menoleh dan matanya mendapati sosok pria di hadapannya. Ya Allah, cubit aku
jika ini bukan mimpi, gumamnya. El terdiam menatap lekat kedua mata Adam
berharap itu nyata. Dan sosok itu benar-benar Adam Hariyanto, sang pujaan hati
Elizafania Zahrah.
“Yes I do, cause I love you too Adam”, jawab El yang tak sadar
telah meneteskan air mata.
Adam memberikan cincin emas perak dengan intan di bagian tengahnya,
indah sekali. El yang masih terkejut tak habis-habis mengucapkan kalimat syukur
atas kebahagiaan yang telah Allah beri padanya. Thanks for your love Allah.
Ternyata, Adam menghilang karena
menyelesaikan studi strata duanya di MacGill University of Canada. El is his
love at first sight too. El sempat
bertanya bagaimana bisa Adam mencintainya?
“Cause you have made a terrific ketupat for me”, jawab Adam.
Aneh bukan? Ya, memang. Tapi di balik itu, cinta tulus Adam telah
menghantarkan El pada mahligai yang diridhai Allah. Ketupat tanggal 31 salah
satu jembatan halal dua insan ini. Dasar, ketupat 31.
*Cerpen ku yang berhasil lolos dalam event menulis Asrifa Publishing dan dibukukan dengan karya-karya lainnya dalam buku Antologi Cerpen 3 Prinsip Mengapa Aku Memilih Jomblo_15 of Jan 2015
