Blogroll

My Instagram

Minggu, 10 Januari 2016

Unknown

Cintaku dalam Detik


Langit biru dan awan putih terbentang indah. Burung-burung gereja terbang kian kemari dan berkicauan syahdu. Namun kicauan itu tak mampu kudengar, karena seperti hari-hari biasa, suara deru mesin kendaraan menghiasi hiruk pikuk kota Jakarta pagi ini. Pukul 06.30 WIB aku menunggu Transjakarta di terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Tak ada yang istimewa di pagi ini. Kukenakan kemeja biru kotak-kotak, jaket kulit coklat berlengan panjang, celana dasar hitam dan topi dengan garis army dipinggiran kanan. Yang berbeda hanyalah jam tangan Rolex dari Swiss yang menempel di pergelangan tangan kiriku. Entahlah, dengan  memakainya berharap keberuntungan datang menghampiri.
Transjakarta dengan nomor 76 Ciputat-Blok M telah tiba. Aku masuk lalu duduk di bangku sudut kanan bus. Bismillah semoga selamat, bisik benakku. Tepat dihadapanku seorang gadis kecil dengan kunciran kepang dua berhias pita merah muda duduk bersama ayahnya. Seketika pikiranku mengajak bernostalgia dengan peristiwa itu. Peristiwa yang mengunci hati ini selama 14 tahun, membuat kedua mata ini tak menatap gadis cantik lain, indah bayangannya selalu kuucapkan di dalam doa serta meyakinkan kalbu ini untuk selalu menunggu kedatangannya.
Tepat di Ciputat pada tanggal 17 Juli 2000. Era dimana pahlawan panji Millenium menjadi raja idaman anak-anak kecil sampai remaja.
Mamaku bekerja di Kantor Asuransi cabang daerah Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Setiap ba’da dzuhur mama menitipkanku di Day Care Home, sebuah rumah kecil penitipan anak. Dan kisah cinta pertamaku bermula di sini.
“Hei gambar gedungnya bagus, aku suka!” Suara gadis kecil yang baru kali ini kulihat menghentikan gerak licah tanganku saat menggambar. Kepalaku dengan segera menoleh dan menatap lekat kedua matanya. Rambutnya terkepang dengan rapi, bulu matanya lentik bak sayap burung cenderawasih, dan senyumannya indah seperti bulan sabit di malam hari. Kata mama, anak kecil umur delapan tahun sepertiku belum bisa jatuh cinta. Ketika mama berjumpa dengan papa, yang dirasakan hanya detakan jantung yang berdebar-debar dan pipi yang kemerahan. Dan aku merasakannya. Ku tak tahu mengapa aku terjebak dengan peristiwa ini di usia dini. Cinta kah?
Dan hari itu menjadi hari aneh dan bahagia bagiku. Selama berjam-jam aku menghabiskan waktu bermain bersamanya. Yang kuingat adalah kepang dan senyuman bulan sabitnya. Namun, perpisahan telah datang, bahkan aku tak tahu namanya dan tak sempat mengucapkan selamat tinggal. Hanya sebuah kode yang ia berikan padaku. Aku sempat berharap menjadi detektif Conan dalam episode Jolly Ranger yang mampu memecahkan kasus pembunuhan di kapal pesiar. Namun sampai saat ini kode gadis senyum bulan sabit itu masih tidak bisa kupecahkan.
Hal itu terjadi ketika aku menanyakan namanya.
 “Hei, nama kamu siapa?” tanyaku dengan semangat.
“Kamu pakai jam tangan enggak?”, ucapnya.
Enggak’’ jawabku dengan rasa bingung.
Kalo gitu kamu lihat jam dinding di atas, kata ibuku kalo orang yang berkenalan denganku melihat jam, dia pasti ingat aku” jawabnya singkat.
***
“Kamu lihat jam, pasti kamu ingat aku”
 “Nyiittttttt…!”
Rem bus yang mendadak membuat lamunanku pecah dan kacamata milik gadis berkerudung disebelahku terjatuh. Aku mengambil dan memberikan padanya. Ucapan terimakasih darinya membuka pembicaraan baru. Kurang lebih setengah jam kami terbawa dalam pembicaraan orang asing yang saling bertemu, seperti terasa dekat sebelumnya.
“Aku pamit duluan, kantorku di Bank DKI daerah sini. Kapan-kapan sudi untuk berkunjung”, ucapnya dengan senyuman manis.
“Insyaallah, hati-hati di jalan” jawabku. Ia pun segera melangkahkan kaki menuju pintu keluar. “Oya, namamu?!!” tanyaku sambil berteriak.
“Lihat jam tangan di tangan kirimu, namaku Detik …!

Oh Tuhan, aku menemukannya! 

*Cerpen pertamaku yang berhasil lolos dalam event menulis Naifa Publishing dan dibukukan dengan karya-karya lainnya dalam buku Antologi Cerpen Hadirmu Buatku Bahagia_15 of Dec 2014

Unknown

About Unknown -

Ummi Hasanah yang kerap disapa Ala. Mahasiswi Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang kini sibuk skripsi, mengajar dan mencari ilmu di Pusat Studi Pesantren Jakarta. Asli Lampung, darah Sunda Jawa.

Subscribe to this Blog via Email :