Tuhan,
perkenalkan aku Ala, terimakasih atas ruh dari-Mu kini aku masih hidup sehingga
bisa merasakan nikmatnya rasa sakit karena diduakan untuk kali pertama. Jangan!
Tak usah iba. Ini bagian dari jalan Tuhan, bukan?
Boleh
aku bertanya?
Kenapa
kau ciptakan perselingkuhan di dunia ini?
Hmm,
Oke Kau tak perlu jawab sekarang. Yang aku tahu, cinta itu datang dari-Mu. Yang
aku pahami, sayang itu juga datang dari-Mu. Aku bisa mencinta-Mu dari
senyumannya. Aku bisa merasakan-Mu dari wibawanya. Aku bisa merindumu dari
tatapan matanya. Itu berarti, aku pantas mendapatkan hal yang sama bukan?
Dicintai, disayangi. Seperti cinta yang kau turunkan kepada dua insan. Hanya
dua. Sekali lagi, hanya dua.
Tapi
kenapa Kau ciptakan ketiga??
***
Tuhan,
boleh aku bertanya?
Apakah
aku pantas bahagia?
Asal
Kau tahu, aku tidak akan pernah mengkhianati-Mu. Sampai kapan pun itu hingga
maut menjemput. Sama seperti setiaku kepada ciptaan-Mu yang kucinta. Karena itu
yang membuatku bahagia. Itu berarti aku pantas mendapatkan hal yang sama bukan?
Mendapat kesetiaan.
Tapi
kenapa Kau beriku pengkhianatan?
***
Tuhan
, bolehkah aku bertanya?
Apakah
aku salah mencintainya dengan jarak?
Jarak.
Aku bisa merasakan cinta dari jarak yang begitu jauh. Sama seperti cintaku
pada-Mu sebagai Zat yang tak kan pernah bisa kugapai.
Jarak.
Aku bisa ciptakan kepercayaan dari jarak puluhan kilometer. Aku bisa melepas
ciptaan-Mu yang kucinta untuk bergerak sesuka hati. Tapi bukan bergerak kepada si hati. Hati yang lain. Hati yang bisa
membuat cumbu bersamanya. Hati yang dapat ciptakan kasmaran kedua kali dengannya.
Bagaimana
dengan hati yg di sini? Hati dari jarak puluhan kilometer ini.
Lalu
Tuhan, aku bisa apa? Aku hanya si hati terdahulu. Yang lama bahkan usang. Tak
menarik lagi. Kekuatanku hanya kepercayaan. Percaya pada hati yang salah. Hati
yang tak beriku kesetiaan. Hati yang beriku pengkhianatan.
Benar
kata orang, hati-hati dengan hati. Bisa jadi main hati.
Selamat
berninabobo, hati. Semoga bahagia.
Ciputat,
26 September 2017