Lagi kangen abah, jadi ini hanya sekilas cerita yang bisa
ala buat
Drs. Fathuddin, M.M. Abah dilahirkan di Merabung (Lampung),
4 Agustus 1967. Abah itu punya kembaran yang berbeda tanggal lahir hehe :D Loh?? Kok bisa?? Katanya anak
kembar
Jawabannya karena baik Abah maupun kembarannya tidak tahu
tanggal lahir masing-masing. Ibu dan Bapak (nenek-kakek) mereka terlalu sibuk hingga
tak mengingat tanggal lahir kedua anaknya hehe. Mengingat tahun sudah
cukup.
Hingga kepala empat, Abahku tak berubah. Masih seram (kata
adik-adik), tapi bagiku tegas, bukan seram. Sejak kecil kami (anak-anak Abah)
diberi asupan agama, mulai dari mengaji, tuntunan cara berwudhu,sholat, puasa
dan dzikir. Abah lah guru agama pertama kami. Hingga tidak heran, Abah menjadi
tumpuan kami dalam bertindak.
Sejak TK ala sudah bisa membaca Al-Qur’an. Walau sempat
mengulang Iqra’ kembali karena menurut Abah bacaanku masih belepotan.Sedih nian
rasanya waktu itu. Enam jilid Iqra’ sudah kubaca untuk menggapai tahap akhir
yakni Al-Qur’an, tapi malah disuruh mengulang kembali. Malu sama teman. Hingga
akhirnya kelas 1 SD ala khatam Iqra’ untuk yang kedua kalinya.
Kami suka diajari tajwid oleh Abah
“Sya…!!!” kata Abah
“Saaa…!” ucap kami
“Mulutnya monyong! Sya…!!” tegas Abah
“Sya..!!”
Atau cara berwudhu
“Kumur-kumur sambil hirup air ke hidung. Ingat! Usap wajah
seperti ini (mempraktekkan). Kayak orang thawaf”
“Dibasuh sampai atas siku-siku. Tarik lengan bajunya..!”
Atau bacaan dzikir yang harus kami hapalkan setiap usai
menjalani sholat lima waktu. Dan lima surat wajib yang harus dihapalkan setiap
mengaji.
***
Sampai saat ini ala
masih was-was kalau pulang ke rumah. Setiap usai sholat magrib berjamaah dan dzikir, Abah menguji bacaan
sholat dan dzikir kami (anak-anaknya). Ala sebagai anak tertua sempat kena
semprot karena salah bacaan dan ditugaskan menghapal kembali saat itu juga. Makanya
sekarang, kalau mau pulang mesti mastiin dulu hapalan doa dan dzikir hehe
Tak pernah sekalipun menceritakan tentang laki-laki di depan
Abah. Bisa bahaya urusannya. Hanya tiga hal yang boleh diucapkan kepada Abah.
Soal rumah, soal sekolah dan soal agama. Masih teringat saat ala umur 15 tahun
lagi main di pasar malam bareng teman-teman kelas, Abah diam-diam ngikutin kami
di belakang. Duh, jujur saat itu ala dibikin malu depan teman-teman. Dan
akhirnya agenda seru-seruan kami gagal, karena Abah terlalu khawatir dengan
ala, katanya takut ala main sama laki-laki. Yang kayak begini nih bikin ala
sayang… banget sama Abah.
Kalau cerita soal Abah gak bakalan habis deh. Intinya ala
saat ini Cuma mau menyampaikan kalau ala kangen Abah. I miss you so much :*